English French German Spain Italian Dutch Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Menguji Ke-Gayusan Indonesia di Tengah Ke-Indonesiaan Gayus

Ke-Indonesiaan Gayus jangan lagi diragukan. Tetapi tunggu dulu ke-Indonesiaan yang mana? Ke-Indonesiaan Gayus dalam tulisan yang dimaksud disini adalah dalam hal korupsi dan merongrong negara.

Korupsi yang sudah lama menjadi ideologi pejabat di negara ini jangan diragukan lagi. Bayangkan saja dengan gaji yang cukup besar dibalik remunerasi Gayus masih kurang puas dengan pemberian negara.

Mungkin John F Kennedy mantan Presiden USA di alam baka sana akan menangis karena ajarannya yang terkenal di seluruh dunia yaitu, jangan tanyakan apa yang dikasih negara kepadamu, tetapi tanyakanlah dirimu apa yang sudah kau berikan kepada negara. Ternyata yang diberikan Gayus kepada negara adalah perilaku korupsi dibalik sumpah jabatan yang bersedia kepada ideologi negara Pancasila dan UUD 1945.
Masalah bangsa kita yang paling besar saat ini adalah korupsi. Ketua KPK Busyro Muqoddas dalam pemaparan sebelum fit and proper test di depan DPR RI sudah mengatakan dengan tegas, korupsi adalah kejahatan kemanusiaan. Efek korupsi pasti lebih besar daripada banjir kota Medan yang membuat masyarakat di Kota Medan merana dan banyak menderita.

Efek korupsi jauh lebih berbahaya daripada ancaman kriminal dan ancaman lainnya. Mengacu kepada pengertian korupsi yang disebut ketua KPK bahwa korupsi adalah kejahatan kemanusiaan yang luar biasa, mengapa bangsa ini masih belum takut melakukan korupsi? Korupsi seolah –olah sudah menjadi kultur melekat dan ideologi bagi penyelenggara negara. Bayangkan saja Jefferson Rumajar yang berstatus terdakwa bisa dilantik Menteri Dalam Negeri menjadi Bupati Tomohon di Sulawesi Utara. Ini adalah ironi demokrasi yang gagal menjawab kebutuhan keadilan masyarakat.

Terlepas daripada itu, sungguh aneh rasanya dan tidak bisa diterima oleh nalar publik kenapa sampai Gayus bisa kembali bepergian untuk kedua kalinya ke luar negeri. Ada asumsi bahwa misi utama Gayus keluar negeri adalah untuk mengamankan hartanya sebagai hasil manipulasi pajak di negara ini. Sinetron Gayus sampai sekarang masih menyisakan tanda tanya besar di negara kita. Siapa kira-kira sang sutradara dari permainan yang sangat membuat bangsa ini kehabisan energi.

Ke-Indonesiaan Gayus sudah jelas diragukan dan tidak punya loyalitas. Entah apa lagi argumentasi pemerintahan kita tentang kegagalannya dalam membangun pemerintahan yang bersih dan profesional. Kalau kita melihat kebelakang lagi, Gayus dari segi sumber daya manusia sangat bagus. Orang yang bisa masuk Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) bukan orang sembarangan. Secara akademik mereka adalah unggulan dari sekolah masing-masing. Jujur saja seleksi STAN itu sangat ketat. Kalau STPDN seleksinya masih ada berita miring, tetapi seleksi STAN itu murni karena pertimbangan kualifikasi akademik semasa pendidikan SMU dulu.
Jadi secara sumber daya manusia (SDM) Gayus HP  Tambunan pasti bukan orang bodoh.

Gayus adalah orang pintar. Selama ini Departemen Keuangan pun dalam melakukan rekrutmen karyawan punya nilai plus dari Departemen yang lain. Mereka lebih ketat dan lebih transparan. Hanya saja ketika sampai kepada sistem dalam bekerja muncul persoalan yang sangat besar, menjadi manipulator pajak mulai dari volume kecil sampai besar. Apa yang salah dengan mereka? Ternyata masukan yang bagus tidak selamanya menjanjikan keluaran yang bagus. Inilah ujian berat bagi bangsa ini. Perjalanan kita kedepan akan semakin besar jika praktik mafia pajak masih terus menjadi ancaman besar.

Ke-Gayusan Indonesia dalam artian semua penyelenggara negara sedang diuji. Apabila tidak ada upaya keluar dari ke-Gayusan Indonesia maka bangsa ini akan menjadi bangsa kuli dan bangsa yang rendah dihadapan bangsa lain. Moralitas aparat pemerintahan yang bobrok sekarang sudah tiba pada titik kulminasi. Bahkan istilah negara atau pemerintahan pembohong kepada rakyatnya terus gencar di berbagai media. Ini bukan tanpa fakta dan data yang ada. Pemerintah gagal besar mengatasi persoalan korupsi.

Ketika bangsa kita bicara strategi bagaimana membangun ekonomi, menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, bicara renstra menghadapi globalisasi, CAFTA dan bicara masalah teknologi tingkat tinggi, menyelesaikan kasus Gayus saja pemerintahan kita tidak bisa, inilah sebuah lelucon yang sangat aneh bagi bangsa ini. Lucu rasanya masalah dalam scope yang sangat sederhana tidak bisa selesai. Konon lagi masalah yang sangat besar. Kalau kita dipercaya pada hal-hal kecil, maka kita akan bisa pada hal-hal besar. Kondisi ini sangat memprihatinkan kita semua.

e-Gayusan Indonesia harus diakhiri oleh aparat penegak hukum di negara kita. Membenahi mental adalah hal yang paling utama. Bukti sangat perlu bagi masyarakat bahwa pemerintahan kita punya komitmen yang tinggi pada masyarakat dalam hal penegakan hukum. Ketika Ke-Indonesiaan Gayus dalam hal korupsi dan merongrong tidak diragukan lagi, saatnya bangsa ini berpikir ulang bahwa ke-Gayusan Indonesia harus segera diakhiri kalau mau menjadi bangsa yang besar.

Ingat, kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, kemunduran adalah akibat korupsi yang sudah lama menjadi ideologi di negara kita. Korupsi hanya bisa diakhiri dengan niat yang tulus dan baik. Sampai kapan niat tulus dan baik itu datang kita tidak tahu. Tetapi satu hal yang pasti pesakitan bangsa ini adalah buah dari sebuah bangsa yang tidak punya kemauan untuk membabat korupsi. Negara yang dikelola dengan ke-Indonesiaan Gayus hanya akan melahirkan malapetaka bagi bangsa ini. Ironisnya lagi ke-Indonesiaan Gayus membuat bangsa ini mengarah pada ke-Gayusan Indonesia.
Tidakkah kita semua malu??maluuu..